Keris bagi masyarakat Jawa dipandang dan diperlakukan
sebagai simbol dan juga status bagi pemiliknya.
Hampir setiap keluarga aristokrat Jawa, dapat dipastikan
memiliki keris pusaka keluarga, yang memiliki keampuhan-keampuhan yang khas
atau keistimewaan khusus dalam dapur, ricikan, maupun katiyasan atau sabda
doanya. Terlebih keris pusaka bagi raja-raja di tanah Jawa.
Keris ini adalah salah satu pusaka yang terkenal dalam
riwayat berdirinya Kerajaan Singasari.
Pusaka ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban
dari kalangan keluarga Raja Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, Ken
Arok.
Berdasarkan satu legenda keris ini dibuat seorang pandai
besi yang dikenal sangat sakti yang bernama Mpu Gandring, atas pesanan Ken
Arok.
Dalam satu cerita disebutkan kalau keris tersebut dibuat
dalam waktu beberapa bulan sementara di kisah lainnya dikatakan keris tersebut
dibuat dalam satu hari.
Namun konon Mpu Gandring melakukan tirakat, puasa dan
upacara khusus sebelum memilih bahan untuk membuat keris tersebut agar keris
tersebut bertuah.
Mpu Gandring memilih batu meteor sebagai bahan untuk
kerisnya sehingga memiliki aura yang tinggi.
Setelah, keris terbentuk, Mpu Gandring mencelupkan keris
(yang masih panas) tersebut ke dalam bisa ular.
Setelah selesai menjadi keris dengan bentuk dan wujud yang
sempurna dan memiliki kemampuan supranatural Mpu Gandring lalu ingin
menyelesaikan pekerjaannya dengan membuat sarung keris tersebut.
Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok
telah datang untuk mengambilnya.
Kemudian Ken Arok langsung merebut keris tersebut untuk
mengujinya sebelum dia gunakan.
Ken Arok lalu mengujinya dengan menyabetkan keris tersebut
ke lumpang yang terbuat dari batu lalu terbelah jadi dua.
Setelah itu keris disabetkan ke arah paron (alas untuk
menempa besi). Paron pun pecah berkepingan dan terakhir keris tersebut
ditusukkannya pada Mpu Gandring yang konon menurutnya tidak menepati janji
(karena sarung keris itu belum selesai dibuat).
Namun dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan
kutukan bahwa keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken
Arok.
....
Dalam perjalanannya, keris tersebut telah merenggut beberapa
nyawa yaitu Tunggul Ametung, Ken Arok, Anusapati dan beberapa keturunan Ken
Arok.
Selain Keris Mpu Gandring terdapat pula Keris Kiai Condong
Campur. Keris ini adalah salah satu keris pusaka milik Kerajaan Majapahit yang
banyak disebut dalam legenda.
Konon keris pusaka ini dibuat beramai-ramai oleh seratus
orang mpu. Bahan kerisnya diambil dari batu meteor dan bahan logam yang diambil
dari berbagai tempat di perut bumi.
Sehingga keris perpaduan antara bahan dari angkasa dan bumi
ini memiliki kharisma sangat kuat tetapi juga memiliki aura yang negatif.
Dalam Babad Tanah Jawa, keris ini diyakini menghilang di
angkasa saat akhir kekuasan Majapahit atas nusantara dan digantikan Kesultanan
Demak Bintoro.
Selain itu ada Keris Kiai Sangkelat. Keris luk tiga belas
ini dibuat pada jaman Majapahit (1466 – 1478), yaitu pada masa pemerintahan
Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) karya Mpu Supa Mandagri.
Mpu Supa adalah salah satu santri Sunan Ampel. Konon bahan
untuk membuat Kyai Sengkelat adalah cis, sebuah besi runcing untuk menggiring
onta. Konon, besi itu didapat Sunan Ampel ketika sedang bermunajat.
Maka diberikan lah besi itu kepada Mpu Supa untuk dibuat
menjadi sebilah pedang. Namun sang mpu merasa sayang jika besi tosan aji ini
dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan
diberi nama Kiai Sengkelat. Setelah selesai, diserahkannya kepada Sunan Ampel.
Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa
yang dikehendakinya. Menurutnya, keris merupakan budaya Jawa yang berbau Hindu,
seharusnya besi itu dijadikan pedang yang lebih cocok dengan budaya Arab,
tempat asal agama Islam.
Maka oleh Sunan Ampel disarankan agar Kyai Sengkelat
diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.
Ketika Prabu Brawijaya V menerima keris tersebut, sang Prabu
menjadi sangat kagum akan kehebatan keris Kiai Sengkelat.
Dan akhirnya keris tersebut menjadi salah satu piyandel
(maskot) kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat
khusus dalam gudang pusaka keraton.
Pusaka baru itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik
perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya
untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan akhirnya berhasil
dicuri.
Lalu ada Keris Kanjeng Kiai Jenang Kunto yang dibuat di
zaman kerajaan Mataram. Saat itu, Raja Mataram memerintahkan semua
penduduknya menyetor masing-masing sebuah jarum ke keraton. Ini dilakukan untuk
sensus penduduk guna mengetahui jumlah warga di Mataram.
Dengan meminta jasa empu Ki Supo Enom (Ki Nom), jarum
sebanyak jumlah warga di negeri Mataram itu, kemudian dibuat keris. Sehingga
jadilah sebilah keris yang diberi nama Kanjeng Kiai Jenang Kunto.
Lalu ada Keris Kanjeng Kiai Pamor. Keris ini merupakan salah
satu pusaka Keraton Surakarta Hadiningrat yang dibuat pada zaman Paku Buwana
IV.
....
Senjata ini dibuat dari sisa batu meteor yang jatuh di
sekitar Candi Prambanan pada 1801. Keistimewaan senjata ini dapat menembus
logam jika ditusukan.
Keris Kanjeng Kiai Pakumpulan. Keris ini juga merupakan
pusaka Keraton Surakarta Hadiningrat yang dibuat Empu Brojoguna saat zaman Raja
Surakarta dipimpin Paku Buwana (PB) VI.
PB VI memerintahkan semua bedug di tanah Jawa dikumpulkan.
Setelah terkumpul, paku bedugnya dipakai untuk bahan membuat Keris Kanjeng
Pakumpulan.
Sehingga setelah selesai keris ini diyakini keampuhannya
karena bahannya diambil dari tempat suci umat Islam yang telah didoakan selama
bertahun-tahun.
Demikianlah cerita pagi kali ini semoga dapat bermanfaat.
No comments:
Post a Comment